Hidup ini Adalah Tentang Serangkaian Peradaban
Sabtu, Juni 03, 2017Melanjutkan postingan sebelumnya yang berjudul Sebuah Catatan Untuk Calon Suamiku, Saya mencoba untuk menelaah jauh ke dalam diri sendiri dan sekitar. Cukup menguras energi, tetapi itulah sebuah proses untuk memahami sesuatu.
Bagi Saya, hidup adalah serangkaian peradaban yang Allah paparkan di dunia untuk menuju akhiratNya.
Saya hanyalah seorang manusia biasa yang ingin menjadi luar biasa, yang
qadarullah, terlahir untuk menjalani peran sebagai seorang wanita. Pertama,
bagi Saya, kita perlu menyadari potensi apa yang ada dalam diri kita, dengan
cara berusaha mengenal dan memahami diri kita sendiri.
Dalam dunia akademik, sejak Sekolah Dasar Saya cukup dikatakan bisa berprestasi.
Masuk 10 besar saat itu menurut Ssaya merupakan sebuah prestasi yang dapat diberikan
kepada kedua orang tua. Lanjut bangku SMP, masuk ke dalam peringkat 5
besar, 3 besar, mampu Saya pertahankan bahkan hingga Juara Kelas Saya bisa raih untuk
periode lebih dari 1 kali. Cukup berprestasi bukan? Menurut Saya sih iya, hehe.
Tujuan Saya adalah untuk persembahan kepada kedua orang tua. Hanya itu niatnya.
Namun, ketika masuk SMA dan mulai berhadapan dengan berbagai
persoalan-persoalan hidup, sepertinya Saya agak berontak di sini. Saya seperti
menelantarkan kemampuan Saya Sendiri dan seperti berbalik menjadi bukan diri
Saya. Dari sisi akademik Saya di sini biasa-biasa saja yang penting tetap hidup
di jalan lurusNya. Itu saja.
Dan kemudian Saya bayar itu semua saat Saya di bangku kuliah. Saya tidak
ingin menjadi Mahasiswi yang biasa-biasa saja. Saya justru mengambil tantangan
untuk kemampuan Saya sendiri. Ya! Salah satunya Saya mencoba menawarkan diri ke salah satu
dosen untuk menjadi Asistennya. Alhamdulillah Allah takdirkan Saya menjadi
Asisten Dosen yang tugasnya Full mengajar mahasiswa untuk beberapa kelas dan
untuk mata kuliah di 2 Semester.
Pengantar Akuntansi, E-Business,E-Commerce. Padahal bagi Saya Akuntansi cukup
rumit, sebab nilai mata kuiah Saya saja C. Tapi itulah jika kita selalu
memiliki motivasi dan berpikiran positif, hal yang tidak mungkin menjadi
mungkin. Saat itu honor bagi Saya adalah nomor dua, Karena yang pertama adalah
untuk pembuktian kepada diri sendiri bahwa Saya bisa dan mampu! Terbukti
menjalani peran sebagai Asisten dosen bukan hanya mengajar saja, tetapi
bagaimana caranya kiita bisa membuat soal dan kunci jawabannya sendiri,
hhuhuuuu. Hal demikian bukan berarti kita sudah hebat sebab mengapa pengajar
selalu lebih pintar? Karena ia harus terus berusaha belajar mengulang dan mengulang
setiap materi yang akan ia sampaikan.
InsyaAllah jika ada rezeki berlebih berupa materi dan kelapangan kondisi,
Saya akan meneruskan Pendidikan Saya yang sebelumnya baru hanya sampai Diploma 3.
Aamiin.
Pada intinya potensi terbesar yang ada dalam diri Saya adalah dalam mengelola Kecerdasan
Emosional (EQ). Emosional itu bukan hanya marah-marah. Sayangnya paradigma masyarakat
kita sudah terlanjur kurang tepat bahwa emosi identic dikaitkan hanya dengan marah. Padahal itu
hanya sepersekian bagian kecilnya saja. Walaupun kadang ekspresi marah Saya
meletup-letup juga, hehe.
Melalui kendaraan itulah Saya akhirnya mampu lebih memahami semua yang
telah Allah berikan dalam hidup. Bersyukur itu sudah harga mutlak! 😊. Termasuk
dalam setiap profesi yang Saya jalankan dan perjuangkan, Saya harus selalu
menggunakan ini. Sebagai Entrepreneur dan seorang HRD Profesional.
Sebab berbagai kisah hidup ini selalu memberikan hikmah pelajaran kepada
Saya, sehingga selalu ingin diabadikan berbagi pengalaman dengan memberi
motivasi kepada orang lain melalui tulisan-tulisan yang menggugah. Saya senang
menulis, merangkai kata, sastra! Mungkin
itulah mengapa Allah memberikan tempaan pada hidup seolah seperti berlian yang
berawal dari batu kemudian mendapat tekanan dan suhu tinggi dapat diolah
menjadi berkilau. Atau juga seperti proses terbentunya Mutiara. Ya itulah diri
Saya.
Sempat Saya berpikir dan bertanya pada diri sendiri juga Allah, mengapa
Saya harus dilahirkan hidup di tengah-tengah keluarga saat ini. Mengapa orang
tua Saya memiliki karakter seperti ini dan itu, mengapa Adik-adik Saya juga
seperti ini dan seperti itu, Mengapa Saya dihadapkan persoalan-persoalan yang
lebih banyak dominan datangnya dari keuarga sendiri baik yang sifatnya positif
maupun negative, tergantung bagaimana cara kita mengolahnya.
Dan Saya mendapatkan jawabannya, bahwa Allah telah mempersiapkan Saya
sebagai salah satu Agen-nya di dunia untuk menyampaikan misi-misi kehidupan
agar orang-orang di sekitar Saya merasa bisa mendapatkan sisi positif kehidupan
yang lebih baik. Prinsip Saya adalah jangan terpengaruh oleh lingkungan yang
buruk atau negative. Justru harusnya diri kitalah yang mampu merubah keadaan
sekitar menjadi lebih baik dan positif, apapun,dan bagaimanapun caranya. Tentunya
harus dengan cara yang baik 😊
Saya Indonesia, berdarah suku Jawa dan Sunda, Saya Muslim, tinggal di
Bekasi. Itu adalah sudah kehendakNya. Bukan WARISAN seperti judul artikel yang
saat tulisan ini Saya posting sedang marak dibagikan melalui jejaring Facebook.
Bukan!
Dan Saya tidak mampu berandai-andai jika Saya bukan Muslim dan tinggal
di sini dan situ atau begini dan begitu. Sebab dalam perandaian itu
kemungkinannya bisa saja Saya bukan seorang Muslim, atau bahkan Saya tidak
benar-benar ada di dunia. Itu sebuah konsep Paradoks bukan? Ya Saya hanya mampu
bersyukur pada intinya.
Balik pada Pertanyaan besar di awal.
Bagaimana Cara Membangun Peradaban Dari Dalam Rumah?
PAda akhirnya Saya menyadari dan coba simpulkan berdasarkan pengalaman
hidup Saya menjadi seperti ini
- Mengenal dan memahani dengan sebenarnya diri kita sendiri sebagai hamba juga sebagai manusia di dunia. Apa potensi terbesar, apa kelemahan, dan lain sebagainya.
- Menerima kehidupan yang sudah Allah berikan baik manis maupun pahit di dalamnya. Termasuk di dalamnya berdamai dengan masa lalu.
- Menetapkan visi dan misi kehidupan dan hal-hal yang terkait di dalamnya.
- Membangun komunikasi baik dengan berbagai pihak yang mungkin terlibat di dalamnya.
- Bekerja sama dengan baik bersama orang-orang di dalamnya, terutama pasangan hidup (Suami) 😊
- Selalu mohon bimbingan Allah. Agarr kita tidak salah dalam membentuk peradaban yang diinginkan Tuhan.
Ya, sepertinya ini cukup mewakili untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab, hehe.
Semoga postingan ini tetap bermanfaat dan menginspirasi. Terutama kamu yang mungkin sedang ikut membaca :)
With Love,
Apriza Hapsari Sastrosoemarto
1 comments
Subhanallah mbk Apriza, saya semasa kuliah nggak pernah jadi Asisten Dosen.menurut saya, orang yang bisa menjadi Asisten Dosen hanya orang-orang berani yang cerdas. kisah mbk sangat meninspirasi..
BalasHapusSalam kenal dari Bengkulu mbk.
ditunggu kunjungannya di blog saya.hihi
ditunggu juga Follow nya..
Pengaturan komentar ini menggunakan moderasi. Harap bersabar ya. Terima kasih atas komentar yang dikirimkan.